Mengacu pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023, dan POJK Nomor 12 Tahun 2023, unit usaha syariah wajib dipisahkan jika nilai asetnya mencapai 50% dari total aset induk atau setidaknya Rp50 triliun.
Pemisahan tersebut harus diselesaikan maksimal dua tahun setelah laporan keuangan terakhir yang memenuhi kriteria tersebut.
Hingga kuartal III-2024, BTN Syariah mencatatkan aset sebesar Rp58 triliun, tumbuh 19,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp48 triliun.
BTN memproyeksikan nilai aset BTN Syariah setelah menjadi BUS akan mencapai Rp66 triliun hingga Rp67 triliun.
Di sisi lain, Bank Victoria Syariah dipilih sebagai kandidat akuisisi karena ukuran dan pertumbuhan bisnisnya yang menjanjikan.
Pada kuartal III-2024, BVIS melaporkan aset sebesar Rp3,32 triliun, naik 8,02% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp3,08 triliun.
Setelah CSPA disepakati, langkah berikutnya adalah mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) BTN dan BVIS, serta izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait pengambilalihan ini.
Nixon optimis proses akuisisi ini dapat selesai sebelum semester I-2025 berakhir, sehingga merger antara BTN Syariah dan BVIS dapat segera dilakukan.
“Kami berharap BTN Syariah dapat spin-off menjadi bank umum syariah tahun ini,” tegas Nixon.
Selama proses ini berlangsung, BTN memastikan operasional BTN Syariah tetap berjalan normal hingga secara resmi menjadi bank umum syariah berbentuk perseroan terbatas (PT).
Artikel Terkait
Pegadaian Resmi Menjadi Bank Emas Pertama di Indonesia