Dari sisi hukum, dasar pelaksanaan tax amnesty diatur dalam UU Pengampunan Pajak.
Pemerintah memberi kesempatan kepada wajib pajak untuk mengungkap harta dan membayar tebusan tanpa sanksi pidana.
Wacana Hidup Lagi, Lalu Tenggelam
Wacana jilid III pertama muncul pada akhir 2024 lewat Komisi XI DPR.
Namun, isu itu tenggelam karena perdebatan kenaikan tarif PPN.
Awal 2025, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Budi Gunawan, kembali menghidupkan isu ini.
Ia menyebut tax amnesty bisa menjadi jalan untuk mengembalikan aset hasil korupsi besar.
Pro Kontra Para Pakar
Sejumlah pakar menilai wacana ini terlalu dini. Chatib Basri dari Dewan Ekonomi Nasional menegaskan, “It’s too early,” saat ditanya Januari 2025 lalu.
Sementara Ketua Ikatan Konsultasi Pajak Indonesia (IKPI), Teten Dharmawan, menilai kebijakan ini seperti solusi instan.
Menurutnya, manfaat jangka pendek tidak sebanding dengan risiko kerusakan sistem perpajakan jangka panjang.
Respons Publik dan Kondisi Terkini
Hingga kini, publik masih menunggu kejelasan sikap pemerintah.
Perdebatan makin hangat setelah Menkeu Purbaya menyebut tax amnesty justru memberi insentif untuk kibul-kibul.
Di sisi lain, Kementerian Keuangan tengah fokus pada modernisasi sistem perpajakan berbasis digital.
DJP meluncurkan Core Tax Administration System (CTAS) pada 2025 untuk meningkatkan kepatuhan dan efisiensi pemungutan pajak.
Langkah ini dipandang lebih berkelanjutan dibanding sekadar mengandalkan tax amnesty berulang.
***
Artikel Terkait
Menteri ATR Didesak Naikkan Pajak 60 Keluarga Kaya Penguasa Tanah Bersertifikat di RI