Banyak orang merasa masih muda dan sehat sehingga menunda membeli polis. Padahal, menunggu terlalu lama justru bisa menjadi bumerang.
“Risiko terbesar menunda membeli asuransi adalah tidak lagi memenuhi syarat. Seiring waktu, masalah kesehatan bisa muncul, yang akhirnya membuat biaya premi lebih mahal atau bahkan tidak bisa diasuransikan,” ungkap Damsky
3. Salah Pilih Jenis Polis
Bagi banyak keluarga, asuransi permanen terlihat menarik karena ada nilai tunai yang bisa ditarik. Namun, pakar mengingatkan produk ini tidak selalu cocok.
“Hampir selalu, asuransi berjangka sudah cukup,” kata Michael.
Ia mengingatkan bahwa nilai tunai yang diambil akan mengurangi manfaat kematian yang diterima keluarga.
Ben Lies, pendiri Delphi Advisers menyebut portofolio investasi biasa ditambah asuransi berjangka hampir selalu memberikan hasil lebih baik daripada mengandalkan polis dengan nilai tunai.
Selain itu, lanjut Ben Lies, asuransi berjangka jauh dinilai lebih murah.
4. Mengabaikan Detail Polis
Banyak orang hanya melihat jumlah premi dan nilai pertanggungan tanpa membaca detail syarat dan ketentuan. Padahal, detail kecil bisa sangat penting.
Pastikan memahami berapa lama polis berlaku, apakah ada pengecualian penyakit tertentu, dan bagaimana jika terjadi perubahan pekerjaan. Damsky menyarankan masyarakat untuk mencari informasi dari sumber netral.
“Jangan hanya percaya pada brosur perusahaan asuransi. Mulailah dari regulator seperti NAIC (National Association of Insurance Commissioners) untuk informasi edukasi,” ujar Damsky.
5. Tidak Pernah Meninjau Ulang Polis
Asuransi bukan keputusan sekali beli untuk selamanya. Kehidupan berubah, dan polis juga harus menyesuaikan.
“Perubahan itu unik sesuai kondisi. Setidaknya, tinjau kembali setiap lima tahun atau saat ada peristiwa besar seperti menikah, punya anak, atau bercerai,” kata Michael.
Artikel Terkait
IFG Dorong Reformasi Asuransi Nasional, Ungkap Strategi Hadapi Tantangan Ekonomi 2025