Kedua kejadian itu kini diyakini berasal dari aktivitas di jalur sesar Lasem dan Kendeng, sebagaimana diungkap dalam studi Wahyudi & Sutikno (2022).
Namun, tak banyak masyarakat yang tahu akan sejarah ini. Tak ada tugu peringatan, tak ada narasi publik yang kuat tentang "patahan senyap" yang menunggu waktunya.
Menantang Ketidaktahuan
Bahaya paling nyata dari sesar ini bukan hanya potensi gempanya. Bahaya sejati justru datang dari ketidaktahuan kita terhadap keberadaannya.
Ribuan rumah, sekolah, dan gedung pemerintahan berdiri di atas zona rawan gempa ini tanpa desain struktural yang memadai. Tata ruang tidak disusun berdasarkan risiko geologi.
Bahkan, tidak sedikit warga yang menganggap wilayah ini aman karena jauh dari pantai atau pegunungan.
BNPB dan BMKG kini mulai menggencarkan sosialisasi tentang pentingnya struktur bangunan tahan gempa.
Namun, edukasi publik masih menjadi tantangan besar, terutama di wilayah-wilayah non-perkotaan yang dilalui sesar Lasem dan Kendeng.
Mencatat Jejak Retakan
Para peneliti kini berlomba mencatat, memetakan, dan memahami lebih dalam jejak-jejak patahan ini. Mereka turun ke lapangan, membaca lanskap, mengebor tanah, dan memasang sensor di lokasi-lokasi strategis.
Misi mereka: mencari tahu seberapa besar potensi energi yang disimpan bumi di bawah kaki kita.
Pekerjaan ini penting, bukan hanya untuk ilmu pengetahuan, tapi juga untuk menyelamatkan masa depan.
Karena seperti kata geolog BMKG, Daryono, “Gempa tidak bisa dicegah. Tapi korban bisa diminimalkan jika kita tahu dan siap.”
Sumber:
1. Widiyantoro, S., et al. (2020). Tectonics of Java and Implications for Seismic Hazard. https://doi.org/10.1016/j.jseaes.2020.104664
2. Koulali, A., et al. (2017). Crustal deformation across Java. https://doi.org/10.1093/gji/ggw386
3. Wahyudi, M. & Sutikno, S. (2022). Identifikasi Struktur Patahan Zona Kendeng.
Artikel Terkait
Mengenang Gempa Jogja 2006: Tragedi Bantul yang Mengubah Sejarah