PURBALINGGA, suararembang.com - Lagu Bayar, Bayar, Bayar dari band punk Sukatani telah menarik perhatian publik dengan lirik tajam yang mengkritik praktik pungutan liar.
Lagu ini tidak hanya menjadi ekspresi keresahan masyarakat, tetapi juga contoh bagaimana musik berfungsi sebagai media kritik sosial yang kuat.
Dari perspektif ilmu komunikasi, lagu ini dapat dianalisis menggunakan beberapa teori yang relevan.
Lirik lagu ini menggambarkan fenomena di mana masyarakat dipaksa membayar di berbagai situasi yang seharusnya bebas dari pungutan liar.
Dari pembuatan SIM hingga tilang di jalan, realitas yang digambarkan dalam lagu ini mencerminkan pengalaman banyak orang.
Sukatani menyampaikan pesan dengan gaya yang lugas dan repetitif, menciptakan efek persuasif yang kuat.
Repetisi dalam lirik "Bayar, bayar, bayar" mempertegas ironi dan keputusasaan masyarakat dalam menghadapi sistem yang korup.
Perspektif Ilmu Komunikasi: Musik sebagai Alat Kritik Sosial
Dalam ilmu komunikasi, musik termasuk dalam komunikasi massa, di mana pesan disampaikan kepada audiens luas melalui media seperti radio, YouTube, dan media sosial.
Beberapa teori komunikasi dapat menjelaskan efektivitas lagu ini sebagai kritik sosial:
1. Teori Agenda Setting
Teori ini menyatakan bahwa media memiliki kekuatan untuk membentuk isu yang dianggap penting oleh publik.
Meskipun lagu ini bukan produk media konvensional, distribusinya melalui platform digital membuatnya menjadi topik perbincangan luas.
Artikel Terkait
Kontroversi Dugaan Intimidasi Polisi terhadap Seniman: Dari Band Sukatani hingga Teater Butet Kartaredjasa