REMBANG, suararembang.com - Kemarau basah merupakan kondisi cuaca yang tidak lazim, ketika hujan masih terus turun meski sudah memasuki musim kemarau.
Biasanya, kemarau identik dengan langit cerah, suhu panas, dan minimnya curah hujan.
Baca Juga: Kerugian Asuransi Capai Rp328 Triliun, Asia Terancam Krisis Proteksi Cuaca Ekstrem
Namun, dalam situasi ini, hujan tetap terjadi dengan intensitas cukup tinggi, meskipun tidak sesering pada musim hujan.
Prediksi BMKG untuk Tahun 2025
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan bahwa kemarau basah akan berlangsung di sejumlah wilayah Indonesia hingga Agustus 2025.
Setelah periode ini, masyarakat akan memasuki masa pancaroba pada September hingga November, sebelum musim hujan dimulai pada Desember 2025.
Baca Juga: Cuaca Bagus, Panen Padi di Rembang Tembus 56 Ribu Ton!
Daerah-daerah dengan pola hujan monsunal seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara disebut paling berpotensi mengalami kemarau basah secara intens.
Penyebab Kemarau Basah: Fenomena Atmosfer yang Terjadi
Menurut BMKG, kemarau basah 2025 dipengaruhi oleh beberapa dinamika atmosfer yang kompleks.
Salah satunya adalah Madden-Julian Oscillation atau MJO, yaitu fenomena gelombang tropis yang bergerak dari barat ke timur di sepanjang khatulistiwa dan membawa hujan saat melintasi wilayah Indonesia.
Selain itu, keberadaan gelombang atmosfer seperti gelombang Kelvin dan Rossby Ekuator juga memperkuat pembentukan awan hujan di sejumlah wilayah.
Fenomena ini sering kali terjadi bersamaan dengan sirkulasi siklonik lokal, yang membuat tekanan udara rendah dan meningkatkan potensi hujan meskipun secara kalender sudah masuk musim kemarau.
Ketiga jenis fenomena ini merupakan bagian dari sistem iklim tropis yang semakin dinamis dan sulit diprediksi karena pengaruh perubahan iklim global.
Kombinasi antara kondisi lokal dan global inilah yang menyebabkan musim kemarau 2025 menjadi tidak seperti biasanya.
Artikel Terkait
Kerugian Asuransi Capai Rp328 Triliun, Asia Terancam Krisis Proteksi Cuaca Ekstrem