Minggu, 21 Desember 2025

Membedah Akar Kontroversi Proyek Kereta Cepat Whoosh: Dari Skema Jepang ke China hingga Beban Utang Negara

Photo Author
- Minggu, 19 Oktober 2025 | 22:00 WIB
Menyoroti kontroversi proyek Whoosh yang diduga mengalami pembengkakan biaya hingga beban utang besar negara. (Instagram.com/@keretacepat_id)
Menyoroti kontroversi proyek Whoosh yang diduga mengalami pembengkakan biaya hingga beban utang besar negara. (Instagram.com/@keretacepat_id)

JAKARTA, suararembang.com — Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh kembali menjadi sorotan tajam publik. Di balik kebanggaan atas kemajuan teknologi transportasi, muncul pertanyaan besar tentang siapa yang bertanggung jawab atas beban utang proyek senilai triliunan rupiah itu.

Politisi Akbar Faizal menyoroti analisis ekonom Faisal Basri yang memperkirakan masa balik modal proyek Whoosh bisa mencapai lebih dari tiga dekade.

Baca Juga: Whoosh: Ketika Ambisi Politik Mengalahkan Rasionalitas Ekonomi

“Katakanlah 33 tahun saja, itu sudah terlalu lama. Itu bukan lagi investasi,” ujar Akbar dalam siniar YouTube Akbar Faizal Uncensored pada Minggu, 19 Oktober 2025.

Isu ini memunculkan kembali perdebatan lama tentang perubahan arah proyek dari Jepang ke China. Menanggapi hal tersebut, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai keputusan strategis di awal pemerintahan Presiden Joko Widodo menjadi titik krusial.

“Tentu orang nomor satu republik ini, Pak Jokowi. Karena waktu itu (2014–2015) beliau presiden,” ungkap Pambagio.

Menurutnya, Jepang awalnya menawarkan bunga pinjaman 0,1 persen lewat skema antarnegara, namun pemerintah memilih model B2B bersama investor China.

Skema B2B Dinilai Bermasalah

Peralihan dari Jepang ke China membawa perubahan besar. Proyek yang awalnya berbasis kerja sama antarnegara berubah menjadi bisnis antarperusahaan (business to business). Dalam model ini, negara tak bisa memberi subsidi langsung, tetapi risiko finansial tetap membebani keuangan publik.

Pakar transportasi Harun Ar Rasyid, anggota tim asistensi awal proyek Whoosh, menegaskan dirinya bukan pihak yang menaikkan bunga proyek.

“Begitu China dimenangkan, ya mereka bikin kesepakatan sendiri,” ujarnya.

Menurut Harun, keputusan menggunakan sistem B2B adalah kesalahan besar.

“Memilih B2B inilah yang ngawur kalau menurut saya. Karena sekarang kereta cepat ini baru seperlima mimpi kita sampai Surabaya,” katanya.

Beban Lahan dan Subsidi Transportasi

Harun juga menyoroti pembebasan lahan yang dibebankan kepada perusahaan pelaksana.

“Kalau jalan tol, tanahnya dibayar negara. Kalau kereta cepat, perusahaan yang bayar. Angkanya bisa 15 triliun,” jelasnya. 

Halaman:

Editor: R. Heryanto

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Jadwal Bioskop Pati Hari Ini, Minggu 21 Desember 2025

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:02 WIB
X