REMBANG, suararembang.com - Menjelang Hari Kemerdekaan 17 Agustus 2025, media sosial diramaikan dengan kemunculan bendera One Piece—bendera bajak laut bergambar tengkorak bertopi jerami atau Jolly Roger.
Beberapa video memperlihatkan bendera ini dikibarkan di pinggir jalan, bahkan ada yang berdampingan dengan Merah Putih. Fenomena ini memantik reaksi beragam dari publik.
Sebagian menganggapnya sebagai bentuk kebebasan berekspresi. Namun, tak sedikit pula yang mengecam dan menyebutnya sebagai tindakan tak pantas, bahkan dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap simbol negara.
Situasi ini pun memancing perdebatan: apakah bendera One Piece adalah simbol perlawanan, kebebasan, atau hanya tren ikut-ikutan alias FOMO (Fear of Missing Out)?
Untuk memahami hal ini secara objektif, kita bisa menggunakan pendekatan dari ilmu komunikasi.
Baca Juga: Lupakan FOMO, Begini Cara Ambil Momen Terbaik di Dunia Nyata Tanpa Internet!
Simbol dan Makna dalam Semiotika
Dalam teori semiotika, simbol tidak memiliki makna tunggal. Makna ditentukan oleh konteks budaya dan interpretasi sosial.
Bagi penggemar One Piece, Jolly Roger bukanlah simbol bajak laut jahat, melainkan simbol kebebasan, solidaritas, dan perlawanan terhadap ketidakadilan.
Luffy dan krunya memperjuangkan nilai-nilai yang mereka yakini benar.
Jadi, ketika anak muda mengibarkan bendera tersebut, bisa jadi mereka sedang menyuarakan nilai-nilai tersebut dalam bahasa budaya pop yang mereka pahami.
FOMO dan Identitas Digital
Namun, tak bisa dipungkiri bahwa sebagian pelaku mungkin tidak memahami makna mendalam dari simbol itu.
Mereka hanya ikut-ikutan demi terlihat relevan di media sosial. Inilah yang disebut sebagai FOMO, di mana seseorang takut tertinggal tren sehingga ikut melakukan apa yang viral, tanpa refleksi kritis.
Menurut teori identitas sosial, simbol-simbol populer digunakan individu untuk membentuk citra diri dan diterima dalam kelompok tertentu.