SURAKARTA, suararembang.com - Perebutan takhta Kraton Surakarta setelah wafatnya SISKS Pakubuwono XIII memasuki fase rumit.
Situasi ini membuat banyak pihak menyayangkan perpecahan yang terjadi di antara keluarga besar trah Mataram.
Baca Juga: Konflik Takhta Kraton Surakarta Memanas Lagi, Dua Putra PB XIII Saling Klaim Gelar Raja
Kraton Surakarta berusia 281 tahun sejak berdiri pada 1744 oleh PB II.
Namun sejarah panjang itu kembali diuji oleh perebutan takhta yang menyeret dua putra PB XIII.
KGPH Hangabehi adalah putra sulung dari istri kedua PB XIII.
Ia dinilai berhak atas takhta bila merujuk paugeran yang mengutamakan putra laki-laki tertua ketika tidak ada permaisuri.
Di sisi lain, KGPAA Hamangkunegoro adalah putra dari GKR Paku Buwono.
Ia dinyatakan putra mahkota dalam upacara jumenengan ke-18 PB XIII.
Pengangkatan itu berlangsung bersamaan dengan penetapan GKR Paku Buwono sebagai permaisuri.
LDA menilai pengangkatan permaisuri cacat adat sehingga penetapan putra mahkota ikut bermasalah.
LDA juga menilai ada rekayasa dalam penyebutan permaisuri hingga isu surat wasiat.
Kubu Hamangkunegoro menegaskan keberadaannya sebagai pewaris dinyatakan dalam wasiat PB XIII.
Artikel Terkait
Polemik Tak Berujung di Kraton Surakarta, Perebutan Takhta Dinilai Ulangi Sejarah Kelam