Minggu, 21 Desember 2025

29 Musisi Indonesia Gugat UU Hak Cipta ke MK, Tuntut Kepastian Sistem Royalti

Photo Author
- Rabu, 12 Maret 2025 | 10:00 WIB
Musisi Indonesia gugat UU Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi. (Doc. Mahkamah Konstitusi RI)
Musisi Indonesia gugat UU Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi. (Doc. Mahkamah Konstitusi RI)

JAKARTA, suararembang.com - Sebanyak 29 musisi ternama Indonesia resmi mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan ini menjadi sorotan di industri musik, terutama terkait sistem royalti yang dianggap belum memberikan kepastian hukum bagi para penyanyi dan pencipta lagu.

Gugatan Resmi Didaftarkan ke MK

Berdasarkan informasi dari situs resmi MK pada Selasa, 11 Maret 2025, permohonan gugatan telah terdaftar dengan nomor AP3 33/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025.

Baca Juga: Perseteruan Hak Cipta: Respons Ahmad Dhani Cs terhadap Klaim Agnez Mo dan Uang Rp50 Juta dari Ari Lasso

Namun, dokumen resmi terkait permohonan ini masih belum dapat diakses publik.

Sejumlah musisi dari berbagai generasi bersatu dalam gugatan ini.

Nama-nama besar seperti Armand Maulana, Ariel NOAH, Rossa, Bunga Citra Lestari (BCL), hingga musisi muda seperti Nadin Amizah dan Bernadya Ribka turut serta dalam upaya ini.

Para penggugat tergabung dalam Vibrasi Suara Indonesia (VISI), yang mengumumkan pengajuan uji materiil ini melalui akun Instagram mereka. Dalam pernyataannya, VISI menyebut gugatan tersebut telah diterima oleh MK pada Senin, 10 Maret 2025.

Tiga Poin Utama dalam Gugatan

Gugatan ini menyoroti tiga isu utama dalam sistem royalti di Indonesia. Pertama, terkait perizinan performing rights.

Para musisi mempertanyakan apakah penyanyi wajib mendapatkan izin langsung dari pencipta lagu sebelum menampilkan karya mereka.

Kedua, gugatan ini membahas pihak yang wajib membayar royalti.

Para penggugat ingin memperjelas siapa yang secara hukum bertanggung jawab atas pembayaran royalti performing rights.

Ketiga, para musisi menuntut kejelasan mengenai penentuan tarif dan sanksi hukum.

Mereka mempertanyakan apakah ada pihak yang boleh menentukan tarif royalti di luar Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan apakah keterlambatan pembayaran royalti masuk dalam kategori pidana atau perdata.

Halaman:

Editor: Achmad S

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X