opini

Pangku: Cermin Wajah Sosial Pantura yang Jarang Kita Tatap

Jumat, 7 November 2025 | 19:00 WIB
Film Pangku bukan sekadar tontonan. Ia menampar nurani kita tentang kehidupan perempuan dan realitas Pantura.

OPINI, suararembang.com - Ada kalanya film bukan sekadar hiburan, tetapi refleksi yang menelanjangi kenyataan sosial.

Film Pangku karya Reza Rahadian adalah salah satunya.

Kisah perempuan pesisir yang mencari harapan di antara aroma kopi, asap rokok, dan sorot lampu remang warung Pantura terasa begitu dekat — terutama bagi siapa pun yang pernah menatap jalan panjang antara Rembang dan Tuban, di mana kehidupan berjalan tanpa jeda.

Baca Juga: Perempuan di Persimpangan: Refleksi Sosial dari Film Pangku dan Realitas Indonesia Saat Ini

Pantura, Jalan Panjang Pencari Nafkah

Pantura bukan sekadar jalur ekonomi. Ia adalah nadi kehidupan, tempat ribuan manusia menggantungkan hidup — dari sopir truk, buruh bongkar muat, hingga perempuan-perempuan warung yang berjuang dalam kesunyian.

Film Pangku menyorot lapisan itu. Sartika, tokoh utama, bukan sekadar karakter fiksi. Ia mewakili banyak wajah yang kita temui di sepanjang jalur pesisir: perempuan yang kuat, tetapi terpaksa tunduk pada kerasnya keadaan.

“Selama kita masih punya harapan, tinggal anak kita,” ujar Sartika dalam salah satu adegan.

Baca Juga: Kuwi Nggonku, Film Pendek Sutradara Muda asal Rembang Tayang di Festival Film Asia JAFF 2025

Kalimat sederhana itu terasa menusuk — lebih jujur daripada seribu pidato motivasi.

Ketika Perempuan Harus Bertahan di Dunia yang Tak Ramah

Dalam realitas sosial Pantura, banyak perempuan hidup dalam bayang-bayang ekonomi yang timpang.

BPS mencatat hampir separuh perempuan Indonesia bekerja di sektor informal. Itu berarti tanpa jaminan, tanpa perlindungan, dan tanpa ruang untuk menolak.

Baca Juga: Agak Laen: Menyala Pantiku! Siap Tayang 27 November, Aksi Detektif Kocak di Panti Jompo

Film Pangku membuka mata: di balik tawa pelanggan dan denting gelas kopi, ada cerita perjuangan. Ada luka yang tidak selalu tampak, dan pilihan hidup yang tidak benar-benar bebas.

Seni yang Menggugah Nurani

Sebagai sutradara, Reza Rahadian menolak menggurui. Ia tidak menunjuk siapa yang salah. Ia hanya mengajak penonton menatap — jujur dan tanpa filter.

Halaman:

Tags

Terkini