Minggu, 21 Desember 2025

Sunyi yang Diperkuat Media: Peran Pemberitaan dalam Mencegah Bunuh Diri

Photo Author
- Kamis, 13 November 2025 | 22:05 WIB
Foto Ilustrasi - Kasus bunuh diri di Rembang 2025 meningkat. Dari pesisir Lasem hingga desa Pancur, polisi dan warga dibuat terkejut.(freepik/peoplecreations)
Foto Ilustrasi - Kasus bunuh diri di Rembang 2025 meningkat. Dari pesisir Lasem hingga desa Pancur, polisi dan warga dibuat terkejut.(freepik/peoplecreations)

OPINI, suararembang.com - Bunuh diri bukan hanya soal kesehatan mental, tapi juga soal komunikasi — tentang bagaimana pesan, cerita, dan empati berperan di ruang publik.

Di era digital, berita tentang bunuh diri bisa menyebar dalam hitungan menit. Namun tidak semua media berhati-hati. Banyak yang menyoroti lokasi, cara, atau bahkan foto korban tanpa memikirkan dampaknya bagi pembaca yang sedang rapuh.

 Baca Juga: Tren Kasus Bunuh Diri di Rembang 2025, Meningkat dan Menyentuh Banyak Kalangan

Dalam teori komunikasi massa, ini disebut Agenda Setting Theory — teori yang menjelaskan bahwa media tidak hanya memberi tahu apa yang harus dipikirkan masyarakat, tetapi juga apa yang dianggap penting untuk dipikirkan.

Dengan kata lain, cara media mengangkat isu bunuh diri bisa membentuk cara publik memaknainya. Jika diberitakan dengan sensasi, publik bisa menganggap bunuh diri sebagai “fenomena biasa”.

Tapi jika diberitakan dengan empati dan edukasi, publik akan melihatnya sebagai masalah kemanusiaan yang perlu solusi.

Werther Effect: Saat Berita Jadi Pemicu

Istilah Werther Effect pertama kali diperkenalkan oleh sosiolog David Phillips (1974). Ia menemukan bahwa setelah media menyiarkan berita bunuh diri secara detail, angka bunuh diri meningkat tajam di wilayah yang sama.

Nama efek ini diambil dari novel Goethe berjudul The Sorrows of Young Werther, yang pada abad ke-18 memicu banyak orang meniru tindakan tokohnya yang bunuh diri.

Dalam istilah awam, Werther Effect bisa disebut “efek ikut-ikutan”. Ketika seseorang yang sedang depresi membaca berita tragis, terutama yang menggambarkan bunuh diri secara detail atau heroik, ia bisa merasa “pantas” meniru tindakan itu.

Beberapa penelitian modern menguatkan hal ini.

Sebuah studi oleh Niederkrotenthaler dkk. (BMJ, 2020) menunjukkan, berita bunuh diri yang memuat metode dan lokasi secara rinci meningkatkan risiko kasus serupa hingga 13% dalam waktu dua minggu setelahnya.

Di Indonesia, efek ini makin berisiko karena berita cepat tersebar di media sosial tanpa konteks atau edukasi.

Banyak judul berita yang mengandung unsur sensasi, misalnya “Gagal Menikah, Pemuda Nekat Akhiri Hidup di Sawah” — kalimat seperti ini menormalisasi tindakan bunuh diri dan bisa menimbulkan empati yang keliru.

Papageno Effect: Saat Narasi Harapan Menyelamatkan

Kebalikan dari Werther Effect adalah Papageno Effect — istilah yang diambil dari tokoh Papageno dalam opera Mozart.

Halaman:

Editor: R. Heryanto

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X