Peneliti budaya Jawa, Koentjaraningrat (1984), menyebutkan bahwa mitos seperti Batara Kala berfungsi menjaga harmoni sosial.
Ritual doa saat gerhana menjadi sarana kolektif untuk memperkuat kebersamaan dan spiritualitas masyarakat.
Sementara itu, studi Sri Soedewo (2001) menegaskan bahwa gerhana dalam budaya Jawa dipandang sebagai tanda kosmis.
Fenomena ini memberi pesan agar manusia selalu eling lan waspada, ingat kepada Sang Pencipta, dan mawas diri.
Hingga kini, sebagian masyarakat masih melestarikan tradisi doa bersama ketika gerhana berlangsung.
Suasana khidmat tercipta ketika warga berkumpul, merenung, dan memaknai perubahan alam.
Di era modern, tradisi dan ilmu pengetahuan kerap berjalan berdampingan.
Komunitas astronomi menggelar pengamatan gerhana dengan teleskop, sementara sesepuh desa tetap memimpin doa.
Perpaduan ini membuat generasi muda dapat belajar astronomi tanpa melupakan akar budaya leluhur.
Gerhana Bulan 7 September 2025 akhirnya bukan hanya tontonan langit.
Ia adalah ruang pertemuan antara sains dan budaya Jawa, antara mitos Batara Kala dan refleksi spiritual.
Fenomena ini mengingatkan manusia bahwa waktu selalu bergerak, dan kebijaksanaan ada pada mereka yang mau merenung.
***
Artikel Terkait
Gerhana Bulan 7 September 2025 Bisa Disaksikan dari Rembang Malam Ini, Catat Jadwal Lengkapnya