suararembang.com – Petani garam Desa Dasun, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, kembali mencuri perhatian dunia melalui karya unik mereka di pameran internasional Arthefact 3.0.
Acara yang berlangsung di Museum Bahari Jakarta dari 22 Agustus hingga 20 Oktober 2024 ini diikuti oleh peserta dari berbagai negara, termasuk Korea Selatan, Singapura, Spanyol, Portugal, Argentina, dan Chili.
Lukisan Garam Dasun: Karya Seni Bernilai Budaya
Setelah mencatat rekor MURI untuk lukisan garam terbesar di dunia, petani garam Dasun mendapatkan undangan khusus dari Museum Bahari untuk berpartisipasi dalam Arthefact 3.0.
Kepala Museum Bahari, Mis’ari, mengungkapkan bahwa lukisan garam karya petani Desa Dasun memiliki nilai unik karena menggunakan media yang erat dengan dunia maritim.
“Kami berharap karya ini bisa diapresiasi luas dan menjadi inspirasi bagi banyak orang,” kata Mis’ari.
Baca Juga: Politik Naleni Weteng: Strategi Dasun untuk Anti Korupsi
Dengan didampingi Eggy Yunaedi, seorang perupa asal Rembang, para petani ini mengembangkan garam sebagai media ekspresi seni untuk menyampaikan narasi kehidupan sehari-hari mereka.
Karya yang Menggugah: Kolam Susu, Memory of the Future
Pada pameran ini, petani garam Dasun memamerkan lukisan bertajuk “Kolam Susu, Memory of the Future”.
Karya ini menggambarkan harapan dan tantangan kehidupan nelayan Dasun melalui citra ikan, udang, cumi-cumi, dan rajungan yang disusun dalam formasi ananta (tak berujung).
Formasi ini melambangkan keberlanjutan dan harapan untuk ekosistem laut yang sehat.
Terinspirasi dari lagu legendaris Koes Plus, petani garam Dasun memilih judul tersebut untuk mencerminkan visi tentang masa depan yang lebih baik.
Lukisan ini dibuat oleh empat warga Desa Dasun: Mulyono, Arif Yulianto, Angga Hermansah, dan Achirudin Bayu Christiyanto, dalam waktu tiga hari.
Hubungan Erat Antara Petani, Nelayan, dan Alam
Tema kelestarian alam menjadi pesan utama yang ingin disampaikan oleh petani garam Dasun.