suararembang.com - Fenomena cancel culture atau budaya pembatalan kini semakin marak terjadi, terutama di media sosial.
Gerakan ini sering menjadi respons terhadap perilaku atau pernyataan tokoh publik yang dinilai tidak etis.
Dalam kasus terbaru di Indonesia, cancel culture kembali menjadi perbincangan setelah seorang pejabat publik menjadi sorotan.
Apa Itu Cancel Culture?
Cancel culture mengacu pada tindakan boikot massal terhadap seseorang akibat perilaku atau pernyataan yang dianggap tidak pantas. Menurut Britannica, budaya ini sering kali dilakukan melalui media sosial sebagai bentuk tekanan publik.
Gerakan ini tidak hanya memengaruhi reputasi, tetapi juga dapat berdampak langsung pada karier seseorang. Dalam banyak kasus, tokoh yang menjadi sasaran cancel culture sulit mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat.
Contoh Kasus Cancel Culture di Indonesia
Salah satu kasus yang viral baru-baru ini melibatkan Gus Miftah, pejabat publik yang menjadi perhatian karena komentarnya kepada pedagang es teh bakul bernama Sunhaji.
Ucapan yang dianggap tidak pantas ini memicu kemarahan publik. Bahkan, sebuah petisi berjudul "Copot Gus Miftah dari Jabatan Utusan Khusus Presiden" muncul sebagai bentuk tekanan sosial terhadapnya. Akhirnya, pada 6 Desember 2024, Gus Miftah mengajukan permohonan pengunduran diri.
Kasus lain yang cukup terkenal di Indonesia adalah skandal yang melibatkan Saipul Jamil. Setelah terjerat kasus pelecehan seksual, artis ini menghadapi boikot besar-besaran dari berbagai program televisi.
Mengapa Cancel Culture Terjadi?
Cancel culture sering digunakan sebagai alat kontrol sosial. Pew Research Center mencatat bahwa fenomena ini mulai berkembang pesat sejak 2020, dengan hampir 49% warga Amerika Serikat mendukungnya sebagai cara untuk memberikan konsekuensi atas tindakan negatif seorang tokoh.
Budaya ini juga dianggap sebagai bentuk sanksi sosial untuk mendorong tokoh publik lebih bertanggung jawab terhadap ucapan dan tindakannya.
Dampak Cancel Culture pada Tokoh Publik
Selebriti, pejabat negara, dan pengusaha terkemuka adalah kelompok yang paling rentan terhadap cancel culture. Mereka yang terkena gerakan ini biasanya mengalami:
Penurunan popularitas.