Senin, 22 Desember 2025

Kartini, Kendeng, dan Bumi yang Terluka: Suara Ibu Tani Sukolilo yang Menggema di Hari Bumi 2025

Photo Author
- Selasa, 22 April 2025 | 22:24 WIB
Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) peringati Hari Kartini dan Hari Bumi 2025, serukan perlindungan kawasan karst
Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) peringati Hari Kartini dan Hari Bumi 2025, serukan perlindungan kawasan karst

Di Sukolilo, banjir terjadi hampir setiap tahun sejak 2021. Bahkan pada 2025 ini, banjir yang dimulai sejak Januari, masih belum surut hingga 21 April.

Hal ini diperparah oleh rusaknya hutan hulu yang dialihfungsikan menjadi bangunan dan perkebunan monokultur.

Putusan MA dan KLHS Diabaikan, IUP Tambang Terus Bertambah

JM-PPK mencatat, meski Mahkamah Agung telah memenangkan gugatan petani di Rembang, putusan tersebut belum diindahkan pemerintah.

Begitu pula dengan hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pegunungan Kendeng yang direkomendasikan Presiden Joko Widodo pada 2017. Hingga kini, rekomendasi itu belum ditindaklanjuti secara serius.

Alih-alih dilindungi, kawasan Kendeng justru dibanjiri izin tambang baru. Bahkan aktivitas penambangan ilegal pun semakin marak.

Ibu Tani: Perempuan yang Paling Terdampak Kerusakan Alam

Perempuan, menurut para ibu tani Kendeng, adalah pihak paling rentan jika alam rusak. Air adalah kebutuhan utama perempuan, baik untuk kebersihan saat menstruasi, kehamilan, persalinan, hingga mengurus anak.

“Ibu Kartini jadi inspirasi kami. Kartini tak hanya soal pendidikan, tapi juga keberanian mendobrak sistem yang tidak adil,” ungkap mereka.

Dengan semangat Kartini, para ibu tani Kendeng terus bersuara. Mereka menempuh berbagai jalur perjuangan: hukum, budaya, hingga aksi damai seperti menyemen kaki dan berjalan ratusan kilometer demi alam yang lestari.

Seruan untuk Semua Lapisan Masyarakat

Dalam peringatan ini, JM-PPK juga menyerukan ajakan kepada seluruh elemen masyarakat:

Kepada ulama dan rohaniawan, mereka berharap agar nilai-nilai spiritual dijadikan dasar untuk mencintai semua ciptaan Tuhan.

Kepada guru dan dosen, diminta agar menanamkan kecintaan terhadap alam sejak dini kepada para siswa dan mahasiswa.

Kepada pengambil kebijakan, diingatkan bahwa jabatan adalah amanah, bukan alat untuk memperkaya diri atau kelompok tertentu.

Kepada seniman, diminta untuk menyuarakan pentingnya menjaga bumi dengan cara yang indah dan menyentuh hati.

Kepada jurnalis, diminta terus memberitakan kebenaran dan menyuarakan perjuangan warga yang kehilangan ruang hidup.

Kepada anak muda, diajak untuk terus belajar, membaca, dan membuka wawasan seluas-luasnya.

Halaman:

Editor: Achmad S

Sumber: Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X